BAB
I
PENDAHULUAN
v Latar Belakang
Membuat
keputusan adalah salah satu fungsi yang paling penting yang dilakukan oleh para
pemimpin. Banyak aktifitas para manajer dan administrator yang berupa perbuatan
dan pelaksanaan keputusan, termasuk merencanakan pekerjaan, memecahkan
masalah-masalah teknis, memilih para bawahan, menentukan kenaikan upah membuat
penugasan kerja, dan sebagainya. Kepemimpinan partisipatif melibatkan
usaha-usaha manajer untuk mendorong dan memudahkan partisipasi orang lain dalam
pengambilan keputusan yang penting.
Kepemimpinan
partisipatif, pendelegasian, dan pemberdayaan merupakan subyek yang menjebatani
pendekatan kekuasaan dan pendekatan perilaku dalam kepemimpinan. Penelitian
mengenai kepemimpinan partisipatif dan pendelegasian menekankan perspektif
pemimpin mengenai pembagian kekuasaan. Pengertian mengenai pemberdayaan adalah
tambahan yang lebih terbatas dan baru bagi literatur kepemimpnan dan
penelitian, ini menekankan pada perspektif para pengikut.
BAB II
PEMBAHASAN
KEPEMIMPINAN
PARTISIPATIF,
DELEGASI, DAN PEMBERDAYAAN
2.1 Sifat Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif menyangkut penggunaan
berbagai macam prosedur keputusan yang memberi orang lain pengaruh tertentu
terhadap keputusan pemimpin tersebut. Istilah lainnya yang biasa digunakan
untuk menyebut aspek kepemimpinan partisipatif mencakup konsultasi, pengambilan
keputusan bersama pembagian kekuasaan, desentralisasi dan manajemen yang
demokratis yang kepemimpinan partisipatif dapat dianggap sebagai suatu jenis
perilaku yang berbeda walaupun dapat digunakan bersama dengan perilaku tugas
dan hubungan yang khusus (Likert, 1967; Yulk, 1971).
Macam-macam
partisipatif
Kepemimpinan
partisipatif dapat mengambil berbagai bentuk. Berbagai bentuk prosedur
pengamnbilan keputusan dapat digunakanan dengan mengikutsertakan orang lain
dalam pengambilan keputusan. Sejumlah ahli teori kepemimpinan telah mengajukan
berbagai macam taksnomi mengenai prosedur pengambilan kepututsan, dan hingga
kini tidak ada kesepakatan mengenai jumlah prosedur pengambilan keputusan yang
optimal atau cara terbaik untuk mengidentifikasinya (Heller & Yulk, 1969,
Strauss, 1977; Tennenbaum & Schmidt, 1958, Vroom & Yetton, 1973). Namun
demikian, kebanyakan ahli teori tersebut ingin mengakui empat buah prosedur
pengambilan keputusan berikut.
1.
Keputusan yang otokratis,
manajer membuat kepututsan sendiri tanpa menanyakan pendapat atau saran dari
orang lain, dan orang-orang tersebut tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap
kepututsan itu, tidak ada partisipasi.
2.
Konsultasi. Manajer
menanyakan pendapat dan gagasan, kemudian mengambil kepututsannya sendiri setelah
mempertimbangkan saran dan perhatian mereka secara serius.
3.
Keputusan bersama. Manejer
bertemu dengan orang lain untuk mendiskusikan masalah kepututsan tersebut, dan
mengambil keputusan bersama, manajer tidak mempunyai pengaruh lagi terhadap
keputusan terakhir seperti juga partisipan lainnya.
4.
c. Manajer memberikan
otoritas dan tanggung jawab membuat keputusan kepada seseorang atau kelompok
manajer biasanya menyebutkan batas dimana pilihan akhir harus berada, dan
persetujuan awal mungkin atau mungkin tidak perlu diminta sebelum keputusan itu
dapat diimplementasikan.
Para penulis juga membedakan para tiga macam
konsultasi :
1.
Pemimpin tersebut mengajukan
keputusan yang dibuat tanpa konsultasi terlebih dahulu, namun bersedia untuk
memodifikasikannya jika menghadapi keberatan atau keprihatinan.
2.
Pemimpin tersebut memberikan
usulan sementara dan secara aktif mendorong orang untuk memberikan saran
perbaikan.
3.
Pemimpin tersebut mengajukan
masalah dan melihat orang lain untuk berpartsipasi dalam melakukan diagnosis dan
menyusun pemecahannya, tetapi kemudian membuat keputusannya sendiri.
Vroom
dan Yetton, 1973). Membedakan antara berkonsultasi dan para individu dan
berkonsultasi dengan kelompok.
Gambar 4.1 kontinum ( jajaran
) dari prosedur pengambilan keputusan
Keputusan konsultasi keputusan pendelegasian
Otokratis bersama
Tanpa pengaruh pengaruh
besar
Orang lain dari
orang lain
A.
KONSEKUENSI DARI PARTISIPASI
Bagian
dari bab ini menguji potensi manfaat dari partisipasi dan proses penjelasan
mengenai pengaruh dari partisipasi (lihat gambar 4-2). Variabel situasional
yang memperkuat atau membatasi pengaruh partisipasi dibahas nanti dalam bab ini
sebagai bagian dari teori yang dikembangkan untuk menjelaskan mengapa bentuk
kepemimpinan ini tidak efektif dalalm semua situasional.
Gambar 4-2 model sebab akibat dari kepemimpinan partisipatif
Prosedur keputusan
-Keputusan
otoktaris
-Konsultasi
-Keputusan bersama
-pendelegasian
|
Proses penjelasan
-Memahami masalah
-Pemecahan
masalah- integratif
-Identifikasi
dengan solusi
-Keadilan
prosedural
|
Potensi
manfaat
-Keputusan
berkualitas tinggi
-Keputusan
dengan penerimaan tinggi
-Keputusan
tinggi
-Pengembangan
keterampilan yang baik
|
Variabel
situasional
-Pentingnya keputusan
-distribusi
pengetahuan
-kesesuaian
sasaran
-tekanan waktu
-ciri + nilai
anggota
|
Potensi manfaat dari partisipasi
Kepemimpinan partisipatif
menawarkan beragam potensi manfaat tetapi apakah manfaat itu nyata bergantung
pada siapakah partisipannya, beberapa banyak pengaruh yang mereka miliki, dan
aspek lain dari situasi keputusan.
Kualitas keputusan. Melibatkan
orang lain dalam membuat keputusan akan lebih mungkin untuk meningkatkan
kualitas daripada keputusan saat para partisipan memiliki informasi dan
pengetahuan yang tidak dimiliki pemimpin dan bersedia bekerja sama dalam
menemukan solusi yang baik atas masalah keputusan. Bekerja sama dengan berbagai
pengetahuan akan bergantung pada batas dimana para partisipan mempercayai
pemimpin yang memandang prosesnya sebagai sah dan menguntungkan. jika para
anggota memiliki persepsi berbeda akan masalah itu atau prioritas berbeda akan
berbagai hasil, sangatlah sulit untuk menemukan keputusan yang bekualitas
tinggi. Kelompok mungkin gagal mencapai kesepakatan atau gagal mengatasi
kompromi yang buruk. Akhirnya aspek lain dari situasi keputusan seperti tekanan
waktu, jumlah partisipan, dan lebijakan formasl dapat membuat bentuk
partisipasi menjadi tidak praktis.
Penerima
keputusan. Orang yang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuat
keputusan cenderung untuk mengenali dan memandang sebagai keputusan mereka.
Rasa kepemilikan ini meningkatkan motivasi mereka untuk menerapkan dengan
berhasil. Partisipasi juga memberikan pengalaman yang lebih baik atas sifat
masalah keputusan dan alasan mengapa alternatif tertentu diterimah dan lainnya
ditolak. Partisipan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana
mereka terpengaruh oleh sebuah keputusan, yang akan mungkin mengurangi
ketakutan dan kecemasan yang tidak beralasan tentangnya. Jika ada kemungkinan
konsekuensi merugikan, partisipan mengizinkan orang mendapatkan kesempatan
memperlihatkan kekhawatiran mereka dan membantu menemukan solusi yang
memecahkan kekhawatiran ini. Akhirnya, jika keputusan dilakukan melalui proses
partisipatif yang dianggap sah oleh sebagian besar anggota, maka kelompok itu
akan mungkin menerapkan tekanan sosial pada anggota yang segan untuk melakukan
bagian mereka dalam penerapan keputusan.
Kepuasan
terhadap proses keputusan. penelitian mengenai keadilan prosedural misalnya ( Earley dan Lind, 1987;Lind dan
Tyler,1988) menemukan bahwa kesempatan untuk memperlihatkan pendapat dan
pilihan sebelum keputusan dibuat ( yang disebut ‘suara) dapat memiliki pengaruh
yang menguntungkan tanpa melihat jumlah pengaruh aktual yang dimiliki
partisipan atas keputusan akhir ( yang disebut ‘pilihan’). Orang akan lebih
mungkin memandang bahwa mereka
diperlukan dengan bermartabat dan rasa
hormat saat mereka memilki kesempatan untuk memperlihatkan pendapat dan pilihan
tentang keputusan yang akan mempengaruhi mereka.
Pengembangan
keterampilan pertisipan. pengalaman membantu membuat keputusan rumit
dapat menghasilkan pengembangan keterampilan dan kepercayaan diri yang lebih
bersar oleh partisipan. Apakah potensi mamfaat itu dicapai tergantung pada
beberapa banyak keterlibatan yang sebenarnya dimiliki partisipan dalam proses
melakukan diaknosis penyebab masalah. Pembuatan solusi yang mungkin,
mengevaluasi solusi untuk mengidentifikasi yang terbaik dan merencankan
bagaimana menerapkannya.
Tujuan
bagi partisipan berbeda
Potensi
mamfaat dari partisipasi tidaklah identik bagi semua jenis partisipan. Tujuan
pemimpin untuk mengunakan partisipasi bisa berbeda tergantung pada apakah
partisipan tersebut merupakan bawahan, rekan sejawat, atasan, atau orang luar.
Konsultasi kearah bawah dapat
digunakan untuk meningkatkan kwalitas keputusan dengan mengambil pengetahuan
dan keahlian pemecahan masalah dari para bawahan. Tujuan lainnya adalah
meninhgkatkan penerimaan bawahan atas keputusan dengan memberikan rasa
kepemilikan bagi mereka. Tujuan ketiga adalah mengembangkan keterampilan
pembuatan keputusan dari para bawahan dan memberi mereka pengalaman dalam
membantu menganalisis permasalahan keputusan dan mengevaluasi solusi. Tujuan
keempat adalah ,memudahkan penyelesaian konflik dan membentuk tim.
Konsultasi lateral dengan
orang yang berasal dari sub unit berbeda dapat digunakan untuk meningkatkan
kwalitas keputusan jika rekan sejawat memilki pengetahuan relevan tentang
penyebab masalah dan solusi yang mungkin. Jika kerja sama para manager lainnya
diperlukan untuk menerapkan keputusan, konsultasi merupakan cara untuk
meningkatkan pemahaman dan komitmen mereka. Konsultasi lateral memudahkan
koordinasi dan kerja sama diantara para manager dari sub unit organisatoris
berbeda yang memiliki tugas yang saling bergantung. Namun, konsultasi harus
terbatas pada keputusan dimana keputusan itu tepat, waktu tidak terbuang dalam
pertemuan yang tidak perlu.
2.2 Penelitian Atas Pengaruh Dari Kepemimpinan
Partisipatif
Sejak
studi-studi awal pelopor oleh Lewin,Lippit,dan White (1939) dan Coach dan Frech
(1948), para ilmuan bidang sosial telah berminat mempelajari konsekuensi dari
kepemimpinan partisipatif. Setelah prilaku yang berorientasi pada tugas dan
yang mendukung, jumlah penelitian yang terbesar atas prilaku adalah mengenai
kepemimpinan partisipatif. Penelitian tersebut telah menggunakan berbagai macam
metode, termasuk eksperimen di laboratorium, experimen lapangan, studi lapangan
yang saling berhubungan, serta studi kasus kwalitatif yang menyangkut wawancara
dengan para pemimpin yang efektif dan para bawahan mereka. Kebanyakan studi
tersebut melibatkan partisipasi para bawahan, serta kriteria efektivitas
pemimpin biasanya adalah kepuasan dan kinerja bawahan.
Pengaruh
dari partisipasi
Hasil penelitian kuantitatif
(misalnya, studi koesioner, eksperimen lapangan, eksperimen laboratorium ),
mengenai dampak partisipasi diringkaskan dalam berbagai tinjauan literatur
serta meta-analisis ( Cotton,Froggat,Vollrath,Lengnick-Hall &Jennings,1988,
Leana,Locke & Schweiger, 1990, Miller & Monge 1986; Sagie &
Koslowsky, 2000; Spector, 1986; Wagner & Godling, 1987). Berbagai peninjau
tersebut tidak sepakat dalam kesimpulan mereka, yang sebagian disebabkan
pilihan studi mereka untuk memasukan analisis dan cara mereka
menginterprestasikan hasilnya. Ketidak sesuaian lainnya oleh perbedaaan
metodologi yang digunakan untuk penelitian itu sendiri.
Studi-studi yang menggunakan data
kuesioner dari responden yang sama biasanya menemukan dampak yang positif bagi
partisipasi, sedangkan eksperimen serta studi lainnya dengan ukuran variabel yang independen lebih lemah dan
kurang konsisten. Eksperimen dan studi quasi-eksperimental dilapangan
memperlihatkan hasil yang positif dalam sebagian besar kasus, sedangkan
sebagian besar eksperimen laboratorium tidak mendukung efektifitas dari
partisipasi dalam pembuatan keputusan. Dalam eksperimen mengenai penetapan
sasaran, pengaruh dari partisipasi sebagian tergantung pada faktor lainnya
seperti kesulitan sasaran dan kepemimpinan yang mendukung. Sasaran yang
diberikan akan sama efeknya dengan sasaran partisipatif jika kesulitan sasaran
dipertahankan konstan dan para pemimpin yang memberikan sasaran itu mendukung
dan persuasif ( Latham, Erez &Locke, 1988) secara keseluruhan, bukti dari
studi kuantitatif tidaklah cukup kuat
dan konsisten untuk menarik kesimpulan yang kuat, tetapi hasilnya menyatakan
bahwa partisipasi dapat menjadi efektif dalam beberapa situasi.
Keterbatasan
penelitian partisipasi
Hasil
yang kurang memuaskan dan kosisten dalam penelitian tentang kepemimpinan
partisipatif mungkin merupakan hasil dari permasalahan metodologis kebanyakan
penelitian. Permasalahan utama dijelaskan secara singkat
1.
Ukuran partisipasi.
Terdapat
kelemahan metodologis dalam kebanyakan penelitian yang digunakan untuk
mengevaluasi kepemimpinan partisipatif. Studi – studi kuesioner-korelasional
mengenai kepemimipinan partisipatif dibatasi oleh masalah pengukuran dan
kesulitan menentukan arah hubungan sebab-akibat.dalam kebanyakan studi
korelasional, para bawahan diminta untuk membuatkan peringkat seberapa besarnya
keterlibatan yang mereka miliki dalam keputusan, atau untuk memberikan
peringkat kepada pemimpin atas penggunaan umum prosedur keputusan partisipatif.
Tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengidentifikasikan campuran khusus dari prosedur keputusan yang
digunakan atau untuk menentukan apakah prosedur ini tepat bagi jenis keputusan
yang dibuat. Kenyataannya adalah bahwa studi tersebut hanya menguji hipotesis
umum yang menyatakan bahwa pada partisipasi,makin banyak berarti makin baik.
2.
Pengaruh
luar biasa. Eksperimen lapangan juga memiliki
keterbatasan. Banyak dari eksperimen tersebut yang melibatkan program
partisipasi yang diajukan Oleh organisasi tersebut bukannya oleh prilaku
partisipatif manajer. Dalam beberapa studi, partisipasi telah
dikomunikasikan dengan jenis intervensi
lainnya (Misalnya, lebih banyak perilaku mendukung dari pemimpin tersebut,
pelatihan yang lebih baik bagi para bawahan, penggunaan yang lebih baik atas
prosedur untuk perencanaan dan pemecahan masalah).
Dalam
beberapa studi, kelompok pengendali yang tidak berpartisipasi mengetahui adanya
kelompok yang berpartisipasi tersebut, yang dapat mengakibatkan rasa dendam
karena tidak memperoleh pelayanan “khusus”, dengan demikian mengurangi kepuasan
dan membuat seolah kelompok berpartisipasi itu kelihatan lebih baik. Ahirnya,
kebanyakan eksperimen laboratorium dan lapangan hanya membandingkan dua buah
prosedur pengambilan keputusan, dan definisi tentang partisipasi yang tinggi
dan rendah berfariasi dari satu studi ke studi lain sehingga menyulitkan untuk
membandingkan hasil di antara studi tersebut. Misalnya pada beberapa studi,
partisipasi merupakan keputusan bersama, sedangkan yang lain merupakan
konsultasi.
3.
Kriteria hasil. Ukuran konsekuensi partisipasi dalam
sebagian besar studi adalah kepuasan dan kinerja keseluruan dari para bawahan,
bukan kepuasan dari cara penenganan keputusan atau penerapan komitmen tertentu
atas keputusan itu secara efektif.
4. Variabel situasi.
Kurangnya hasil yang konsisten tentang efektivitas kepemimpinan partisipasi
juga dapat mencerminkan fakta bahwa berbagai macam bentuk partisipasi adalah
efektif pada situasi tertentu tapi tidak pada situasi lainnya (Vroom dan jago,
1988).
2.3
Model Pengambilan Keputusan Normatif
Pentingnya penggunaan
prosedur pengambilan keputusan yang sesuai dengan situasi telah diketahui sejak lama. Tannenbaum dan Schmidt (1958)
mencatat bahwa pilihan pemimpin mengenai prosedur pengambilan keputusan
mencerminkan kekuatan pemimpin tersebut, kekuatan para bawahan, dan kekuatan
situasi tertentu.
Ø Model Vroom dan Yetton
Prosedur
keputusan yang di gunakan oleh pemimpin mempengaruhi kualitas keputusan dan
penerimaan keputusan oleh orang-orang yang yang diharapkan untuk menerapkan
keputusan itu. Kedua fariabel ini sama-sama menentukan seberapa efektifnya
keputusan itu setelah diimplementasikan, yang dimiliki dampak jelas pda kinerja
unit atau tim itu.
Kemudian
ada variabel situasi efektifitas keputusan bergantung pada beberapa aspek
situasi keputusan yaitu :
1. Jumlah
informasi yang relevan yang dimiliki pemimpin serta bawahan.
2. Kemungkinan
bahwa para bawahan akan menerima keputusan yang otokratis.
3. Kesamaan
sasaran pemimpin dan bawahan.
4. Jumlah
ketidaksepakatan diantara para bawahan yang berkaitan dengan alternatif yang
diinginkannya.
5. Sejauh
mana maslah keputusan tersebut tidak terstruktur dan membutuhkan pemecahan
masalah yang kreatif.
Penerimaan
Keputusan. Penerimaan keputusan mencerminkan
derajat komitmen untuk menerapkan keputusan yang efektif. Penerimaan keputusan
adalah penting jika keputusan dapat diimplementasikan oleh bawahan atau
memiliki dampak bagi motivasi kerja mereka. Dalam beberapa kasus, para bawahan
sangatlah termotifasi untuk menerapkan keputusan yang dibuat oleh pemimpin
karena jelas menguntungkan bagi mereka atau karena pemimpin menggunakan taktik
pengaruh untuk mendapatkan komitmen mereka terhadap keputusan tersebut. Namun,
terdapat banyak alasan dimana para bawahan tidak akan menerima keputusan
otokratis. Sebagai contoh, para bawahan mungkin mara karena tidak diajak
berkonsultasi, mereka mungkin tidak memahami alasan keputusan tersebut, dan
mereka mungkin melihat kerugian kepentingan mereka.
Kualitas Keputusan. kualitas
keputusan mengacu pada aspek objektif dari keputusan yang mempengaruhi kinerja kelompok selain pengaruh yang
dimediasi oleh penerimaan keputusan. Kualitas keputusan menjadi tinggi jika
dipilih alternatif terbaik. Contohnya, yang dipilih adalah prosedur kerja yang
efisien bukan alternatif yang kurang efisien, atau ditetapkan sasaran kinerja
yang menantang bukannya sasaran yang mudah. Kualitas keputusan adalah penting
jika terdapat banyak keragaman diantara alternatif dan keputusan tersebut
memiliki konsekuensi yang penting bagi kinerja kelompok.
Pengaruh partisipasi pada kualitas keputusan bergantung
pada distribusi informasi relevan dan keahlian pemecahan masalah antara pemimpin dan bawahan. Model
ini mengasumsikan bahwa partisipasi akan menghasilkan keputusan yang lebih baik
jika bawahan memiliki informasi yang relevan dan bersedia untuk bekerja sama
dengan pemimpin dalam membuat keputusan yang baik. Namun pada ahirnya kerja
sama bergantunag pada sejauh mana bawahan memiliki sasaran tugas yang sama
dengan pemimpin dan memiliki keputusan saling mempercayai dengan si pemimpin.
Peraturan Keputusan model ini
memberikan serangkaian peraturan untuk mengidentifikasi prosedur peraturan yang
tidak tepat dalam situasi tertentu karena mutu dan penerimaan keputusan akan
terancam bahaya karena menggunakan prosedur tersebut. Peraturan didasarkan pada
asumsi yang telah didiskusikan sebelum tentang konsekuensi dari prosedur
keputusan yang berbeda pada kondisi yang berbeda
Ø
Model revisi
Vroom dan Jago (1988) meninjau kembali hasil-hasil penelitian
mengenai model tersebut dan menawarkan versi perbaikannya.model yang direvisi
tersebut di rancang untuk mengoreksi bebarapa kelamahan versi
sebelumnya. Model Vroom dan Yetton menghilangkan bebarapa prosedur dari
kumpulan yang memungkikan,namun tidak memberikan indekasi tentang prosedur mana
yang terbaik dari prosedur yang masih tersisah itu. Model Vroom-Jago memasukan ciri ciri yang
memungkinkan manajer menentukan prioritas relative dari berbagai kriteria dan
mengurangi kumpulan yang memungkinkan hingga kesatu prosedur saja dengan
menggunakan kriteria tersebut.
Model Vroom dan Yetton gagal memasukkan beberapa aspek dari situasi
tersebut seperti hambatan waktu yang besar jumlah informasi dari bawahan dan
penyebaran geografis para bawahan. Ciri-ciri tersebut dimasukkan kedalam model
Vroom dan Jago. Model ini hanya menggunakan dua kriteria hasil penerimaan
keputusan dan kualitas keputusan dalam peraturan pengambilan keputusan. Model
baru tersebut menambah perhatian terhadap pengembangan para bawahan dan
perhatian terhadap waktu pengambilan keputusan dalam kriteria ekplisif untuk
menentukan prosedur pengambilan keputusan. Model baru tersebut menambah
perhatian terhadap pengembangan para bawahan dan perhatian terhadap waktu
pengambilan keputusan sebagai kriteria eksplisit
Ø
Penilitian Mengenai Model
Sejumlah studi telah dilakukan untuk menguji model Vroom-Yetton
sejak pertama kali muncul (Crouch & Yetton 1998; Jago,1988; Field, 1992;
Field & House, 1990; Field, Read, & Louviere, 1990; Heilman, Hornstein,
Cage & Hercchlag, 1984; Jago & Vroom 1980; Margerison & Glube,
1979; Paul & Ebadi, 1989; Tjosvold, Wedley & Field 1986; Vroom &
Jago 1978). Kebanyakan studi menguji model tersebut dengan membandingkan dampak
keputusan yang dibuat sesuai dengan model yang disarankan keputusan dimana
dibuat dalam cara yang tidak konsisten dengan modelnya. Prosedur yang paling
umum adalah dangan meminta para menajer untuk melukiskan contoh keputusan yang
berhasil dan yang tidak berhasil menurut penglaman mereka sendiri. Peristiwa
tersebut dianalisis untuk menentukan situasi apakah yang merka wakili, dan
prosedur pengambilan keputusan apa yang digunakan. Hasilnya dianalisis untuk
menentukan hingga batas manakah prosedur keputusan itu konsisten dengan model
yang dihasilkan dalam keputusaan yang lebih berhasil Eksperimen Laboratorium
juga telah digunakan untuk menguji modelnya. Dalam dua Eksperimen terhadap
kelompok mahasiswa, para peneliti memanipulasi konsukuensinya bagi kelompok itu
(Field, 1982; Liddel et al, 1986, disebutkan dalam Vroom & Jago, 1988).
Pada umumnya, hasil yang ditemukan dalam penilitian empiris telah
mendukung model tersebut. Vroom dan Jago (1988) telah menghitung tingkat tengah
(Mean Rate) keberhasilan itu dalam lima buah studi, dan mereka menemukan bahwa
untuk keputusan yang dibuat sesuai dengan model tersebut, tingkat keberhasilan
tinnkat tengah adalah 62 persen, dibandingkan dengan 37 persen bagi keputusan
yang di buat dengan menggunakan pengaturan pengambilan keputusan yang berada
diluar kumpulan yang memungkinkan itu. Empat studi menguji peraturan
pengambilan keputusan tersebut secara terpisah menemukan bahwa beberapa
peraturan pengambilan keputusan didukung oleh hasil penilitian yang lebih baik
daripada yang lainnya ( Vroom & Jago, 1988) jadi hasil sementara membirikan
harapan, namun jelas masih lebih banyak penilitian yang dibutuhkan untuk
menguji model tersebut dan masing-masing peraturan pangambilan keputusannya.
Versi yang di revisi dari model tersebut
masih terlalu baru untuk dapat diuji secara luas namun, Vroom & Jago (1988) melaporkan
beberapa temuan yang positif.
Ø Kelemahan konseptual
Kritikan
atas model itu telah mengidentifikasikan beberapa kelemahan konseptual. Proses
keputusan diperlakukan sebagai sebuah episodetunggal yang bijaksana yang
terjadi pada satu titik waktu, tetapi keputusan yang paling penting tidak
dilakukan dengan cara ini. Seperti yang kita lihat dalam Bab 2, keputusan
penting biasanya mencaangkup banyak pertemuan dengan beragam orang berbeda pada
waktu berbeda, dan siklus berulang terjadi saat keputusan dikembalikan untuk
revisi yang diperlukan untuk persetujuan oleh orang yang berkuasa yang tidak
langsung terlibat dalam proses awal. Pemimpin itu mungkin harus menggunakan
rangkaian prosedur kepusan yang berbeda dengan orang yang berbeda pada waktu
berbeda sebelum masalah itu diselesaikan.
2.4 Pedoman Bagi Kepemimpinan Partisipatif
Mendiagnosis
Situasi Keputusan
Rangkaian berikut merupakan
sebuah cara yang relatif mudah untuk menentukan apakah sebuah prosedur
partisipatif itu layak/memungkinkan, dan tepat bagi sebuah situasi keputusan
khusus.
·
Evaluasi sebagaimana pentingnya keputusan
tersebut.
Kualitas keputusan
kemungkinan akan penitng bila keputusan keputusan tersebut mempunyai
konsekuensi penting bagi unit kerja dari manajer tersebut atau bagi keseluruhan
organisasi, dan beberapa dari alternatif tersebut adalah jauh lebih baik dari
pada yang lainnya. Kualitas keputusan juga lebih penting bila posisi manajer
tersebut juga mempunyai ketebukaan yang tinggi (misanya, kesalhan dapat mudah
terlihat dan akan berdampak buruk bagi manjer tersebut).
·
Identifikasi orang yang memiliki pengetahuan
atau keahlian yang relevan
Prosedur pengambilan
keputusan partisipatif adalah cocok bagi seseorang manajer tidak mempunyai
informasi yang relevan yang dimiliki orang lain seperti para bawahan, atau
pihak luar. Situasi ini kemungkinan akan ada jika masalah keputusan tersebut
rumit dan cara yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut tidak jelas,
apakah dari data atau pengalaman manajer itu sebelumnya mengenai masalah yang
sama. Sebuah keputusan akan lebih rumit bila keputusan ini menyangkut banyak
kemungkinan alternatif, hasil dari masing-masing sulit diprediksi, dan
alternatif tersebut menyangkut tukar-menukar diantara beberapa kriteria yang
penting. Untuk keputusan yang rumit menjadi penting untuk mengidentifikasikan
orang yang mempunyai pengetahuan dan keahlian yang relevan, dan jaringan kerja
dari kontak-kontak yang baik untuk mengidentifikasikan orang yang demikian
menjadi amat berharga.
·
Evaluasi kemungkinan kerja sama oleh para
partisipan
Partisipasi
tentu tidak akan berhasil kecuali jika para calon partisipan bekerja sama dalam
menemukan pemecahan yang baik terhadap masalah pengambilan keputusan tersebut.
Kerja sama akan lebih dimungkinkan saat keputusan itu dirasakan penting bagi
para pengikut dan mereka memandang bahwa mereka akan benar-benar memiliki
pengaruh aspek keputusan akhirnya. Jika ornag merasa bahwa seorang mungkin
untuk mengingatkan konsultasi untuk mamanipulasi mereka, maka tidaklah mungkin
untuk mengingatkan keputusan atau penerimaan keputusan.
Kerja sama tidak terjadi bila
para partisipan yang potensial memiliki sasaran tugas yang tidak sesuai dengan
yang dimiliki oleh manajer tersebut. Bila seseorang melakukan konsultasi dengan
beberapa orang secara individual untuk menentukan apakah perlu dan masuk akal
untuk mengadakan pertemuan kelompok. Tidaklah bijaksana mengadakan pertemuan
dengan sekelompok orang yang bermuduhan yang menggunakannya sebagai peluang
untuk membuat keputusan yang berlawanan dengan kepentingan menajer itu. Bila
orang memiliki informasi yang relevan mempunyai sasaran yang berbeda daripada
menajer tersebut, konsultasi mungkin akan berguna untuk mendiagnosis penyebab
sebuah masalah dan mengisentifikasikan alternatif yang memberikan harapan,
namun pilihan terkhir terhadap suatu alternatif harus tetap ada pada manajer
tersebut.
Alasan lain mengenai
kurangnya kerja sama, bahwa para partispan yang potensial secara sederhana
tidak ingin terlibat dalam pembuatan keputusan yang mereka pandang sebagai
tanggung jawab manajer tersebut. Kesempatan untuk berpatisipasi mungkin ditolak
para pengikut yang telah memiliki kelebihan pekerjaan, khususnya saat keputusan
tidak mempengaruhi mereka secara penting. Seperti banyaknya orang yang menolak
untuk memberikan suara dalam sebuah pemilihan setempat, tidak semua orang akan
antusias mengenai kesempatan untuk partisipasi dalam keputusan organisatoris.
·
Evaluasi kemungkinan penerimaan tampa
partisipasi.
Prosedur yang memakan banyak
waktu tidak akan diperlukan bila manajer tersebut mempunyai pengetahuan untuk
membuat sebuah keputusan yang baik dan kemungkinan ai akan diterima oleh para
bawahan atau orang lain yang harus melaksanakannya atau yang akan di pengaruh
olehnya. Keputusan otokratis akan lebih besar kemungkinannya akan diterima jika
manajer memiliki posisi dan kekuasaan pribadi yang cukup besar atas para
anggota kelompok.
·
Evaluasi apakah lebih layajk untuk mengadakan
sebuah pertemuan.
Berkonsultasi secara terpisah
dengan orang atau mengadakan pertemuan kelompok biasanya membutuhkan lebih
banyak waktu daripada membuat keputusan otokratis dan memberitahukan orang lain
untuk melaksanakannya. Mengadakan pertemuan lebih sulit bilamana jumlah orang
yang harus ikut serta snagat besar dan mereka terpencar luas. Dalam banyak
sutuasi krisis, tidak terdapat cukup waktu, baik untuk konsulatasi ekstensif
dengan individual maupun dengan sebuah pertemuan kelompok yang berkangsung lama untuk memutuskan bagaiman harus bereaksi
terhadap krisis tersebut. Dalam situasi demikian seorang pemimpin yang tegas
kemungkinan akan lebih efektif daripada yang partisipatif. Meski demikian,
bahkan dalam situasi krisis, seorang
pemimpin harus tetap responsif terhadap saran-saran yang dibuat oleh para
bawahan yang berpengalaman. Dibawah tekanan sebuah krisis, seorang manajer
kemungkinan tidak mampu melihat semua masalah yang memerluakan perhatian atau
memikirkan semua tindakan yang perlu diambil.
Mendorong
Partisipasi
Konsultasi tidak akan efektif
kecuali orang secara aktif terkait dalam menciptakan gagasan, membuat saran,
memberitahukan pilihan mereka, dan mengekspresikan kprihatian mereka. Beberapa
pedoman untuk mendorong lebih banyak pertisipasi termasuk yang berikut ini:
·
Mendorong orang untuk mengungkapkan kehawatiran
mereka.
Ssebelum membuat perubahan
yang akan mempengaruhi orang dalam cara yang siknifikan, adalah berguna dan
patut untuk dipertimbangkan bila melakukan konsultasi dengan mereka. Pedoman
ini berlaku kepada rekan sejawat, dan pihak luas dan juga bawahan. Suatu bentuk
kkonsultasi yang sering kali cocok adalah dengan mengadakan pertemuan khusus
dengan orang-orang yang akan terpengaruh oleh sebuah perubahan untuk mengenali
keprihatian mereka dan menanggapinya.
·
Jelaskan bahwa usulan itu sementara
Lebih banyak partisipasi akan
dimungkinkan bila anda menyatakan bahwa suatu usulan masi bersifat sementara
dan mendorong orang untuk memperbaikinya daripada meminta orang untuk bereaksi
terhadap rencana rumit yang kelihatannya lengkap. Dalam hal yang terkhir, orang
akan segan mengutarakan keprihatian yang akan tampak sebagai kritik terhadap
rencana tersebut.
·
Catatlah ide-ide dan saran-saran.
Bila seseorang mengutarakan
saran, maka menerima ide tersebut akan mebantu memperlihatkan bahwa hal itu
tidak akan diabaikan. Salah satu pendekatan adalah dengan membuat daftar
ide-ide pada papan tulis kecil sewaktu hal itu diutarakan. Dalam sebuah
pertemuan yang informal, bila tidak ada papan tulis kecil, buatlah beberapa catatan
tertulis untuk menghindari terlupanya ide dan saran dari seseorang.
·
Carilah cara untuk membangun ide dan cara.
Banyak orang dengan cepat
memfokuskan diri pada kelemahan sebuah gagasan atau saran yang dibuat seseorang
tampa memberikan cukup pertimbangan terhadap kekeuatannya. Akan sangat membantu
untuk membuat usaha-usaha yang dipikirkan masak-masak untuk mendapatkan aspek
positif dari saran dan masukan sebelu mengatakan aspek-aspek yang negatif.
Sering kali sebuah ide awal tidak lengkap, tetapi dapat berubah menjadi ide
yang jauh lebih baik dengan upaya yang lebih. Jadi, daripada secara otomatis
menolak saran yang jelas memiliki kelemahan, adalah berguna untuk mendiskusikan
begaimana kelemahan tersebut dapat di tanggulangi dan untuk mempertimbangkan
ide baik lainnya yang dibangun atas dasar semula.
·
Beerbicarah secara taktis dalam mengungkapkan
keprihatian mengenai sebuah saran.
Jika saran mengenai saran
tertentu, nyatakanlah secara taktik tindakan yang mengancam harga diri orang
yang membuat saran untuk menghindara orang yang mengancam harga diri orang yang
membaut saran tersebuat sehinggan mengecilkan hati orang tersebut untuk memberi
saran-saran dimasa mendatang.
·
Dengarkan pandangan yang menolak tampa
defensif.
Gunakanlah pernyataan kembali
mengenai keprihatian seseorang dengan perkataan anda sendiri untuk
memferifikasikan bahwa anda memahaminya dan untuk memperlihatkan bahwa anda
memberikan perhatian. Hindarilah penggunaan tuduhan balik atau alasan yang
dicari-cari, sebaiknya berusahalah untuk mempertimbangkan secara objektif
apakah usulan anda perlu dimodifikasikan untuk dapat menanggulangi kebertan
tersebut.
·
Berusahalah untuk menggunakan dan menghadapi
keprihatian.
Sangatlah penting berusaha
serius menggunakan saran dan menghadapi keprihatian yang diungkapkan oleh orang
yang anda ajak berkonsultasi. Keuntungan potensial dari partisipasi tidak akan
terjadi jika orang merasakan bahwa sebuah permintaan akakan saran hanya
dilakukan untuk memanipulasi mereka.
·
Perlihatkan penghargaan terhadap saran-saran.
Sangatlah
penting untuk mengungkapkan terima kasih kepada orang dan memperlihatkan
penghargaan untuk saran-saran yang membantu. Jelaskan bagaimana sebuah gagasan
atau saran telah digunakan dalam keputusan akhir atau dalam rencana. Jelaskan
bagaimana usulan atau rencana tersebut telah dimodifikasikan untuk memasukkan
saran dari seseorang atau tanggapan terhadap keprihatiannya. Bila sebuah saran
tidak digunakan, ungkapkanlah terima kasih kepada kontributornya dan jelaskan
mengapa tidak mungkin menggunakan sarannya tersebut.
2.5 Pendelegasian
Pendelegasian menyangkut
penugasan tanggung jawab yang baru kepada para bawahan serta kewenangan
tambahan untuk melaksanakannya. Meskipun pendelegasian terkadang diangganp
sebagai suatu bentuk kepemimpinan partisipatif, terdap cukup banyak alasan
untuk memperlakunnya sebagai sebuah kategori perilaku manajerial tersendiri.
Pendelagasian dalam beberpa hal secara kuallitatif berbeda dari bentuk lain
kepemimpinan parisipatif. Seseorang manajer mungkin berkonsultasi dengan bawahan,
rekan sejawat, atau atasan, namun dalam banyak hal, pendelegasian hanya cocok
dengan bawahan. Pendelegasian juga mempunyai determinan situasional yang agak
berbeda dibanding dengan konsultasi.
Keragaman Pendelegasian
Dalam bentuknya yang paling
umum, pendelegaisan menyangkut pemberian tugas atau tanggung jawab yang baru
dan berbeda, kepada seorang bawahan. Misalnya, seseorang yang bertanggung jawab
untuk memproduksi sesuatu juga diberikan tanggung jawab untuk memeriksa hasil
tersebut dan melakukan perbaikan terhadap kesalahan apapun yang ditemukannya.
Bila diberikan tugas yang baru, kewenangan tambahan yang diperlukuan untuk
menyelesaikan tugas tersebut biasanya di didelegasikan juga. Misalnya,
seseorang dari bagian produksi yang diberi tanggung jawab baru untuk membeli
bahan baku diberikan wewenang (sampai batas tertentu) untuk mendatangani
kontrak dengan para pemasok.
Tingkat
pendelegasian yang paling rendah adalah bila seseorang harus menanyakan kepada
atasannya tentang apa yang harus dilakukannya bila terjadi masalah atau hal
yang luar biasa. Tingkat pendelegasianyang lebih besar terjadi bila seseorang
bawahan diijinkan untuk menentukan apa yang harus dilakukan, namun harus
mendapatkan persetujuan terlebih dahulu sebelum melaksanakn keputusan tersebut.
Pendegelasian yang paling besar terjadi bila bawahan tesebut diijinkan untuk
membuat keputusan dan melaksnakannya tampa mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu. Misalnya, seseorang penjual yang tidak diijinkan untuk membuat
penyesuaian bagi barang yang rusak dan pengirimamn yang terlambat tampa meminta
ijin terlebih dahulu dibertahukan bahwa mulai sekarang ia disetujui untuk
memecahkan masalah demikian tampa memperoleh ijin terlebih dahulu.
Penelitian
atas Konsekuensi Delegasi
Jauh lebih sedikit penelitian
empiris mengenai pendelegasian pemimipin dibandingkan dengan konsultasi pemimipindengan individual atau
sebuah kelompok. Studi mengenai jumlah pendelegasian yang digunakan oleh para
penyedia menemukan bahwa hal ini terkaitdengan kinerja bawahan (misalnya Bauer
& Green,1996;Leana 1989;Schriesheim,Neider & Scandura,1998).Miller dan
Toulousse (1986).menemukan bahwa jumlah pendelegasian oleh para eksekutif
puncak dalam 97bisnis kecil memang terkait dengan keuntungan dan pertumbuhan
penjualan mereka.Penelitian deskriptif mengenai menejemen yang efektif juga
cenderung mendukung efektifitas pendelegasian (Bradford & Cohen,1982).
Meski demikian ,arah dari hubungan sebab akibat sulit untuk ditentukan dalam
penelitian yang ada.Tidak jelas apakah pendelegasian meningkatkan
kinerja,meningkatkan hasil kinerja dalam pendelegasian yang lebih besar,atau
kedua pengaruh itu terjadi secara simultan.Yang lebih membujur,penelitian
eksperimental untuk menyelidiki arah dari hubungan sebab akibat dan proses
mediasi (misalnya,salin mempercayai,sasaran yang sama,kepercayaan diri
pemimipin,keinginan bawahan akan tanggung jawab yang lebih baik.
PEDOMAN
UNTUK PENDELEGASIAN
Bagian ini memberikan
pedoman tentative untuk penggunaan pendelegasian secara efektif oleh para
menejer.Walaupun penelitian mengenai pendelegasian masi amat terbatas,terdapat
cukup banyak kesempatan dalam literature para praktisi tentang kapan dan
bagaimana menggunakan pendelegasian secara efektif pedoman tentang apa yang
menyenangkann harus didelegasikan disajikan lebih dulu.
TABEL
4-6 Pedoman Untuk Pendelegasian
Apa
yang didelegasikan:
o
Tugas yang dapat dilakukan dengan lebih
baik oleh bawahan
o
Tugas yang mendesak tetapi bukan yang
merupakan prioritas tinggi
o
Tugas yang relevan bagi karier seoarng
bawahan
o
Tugas yang memiliki kesulitan yang
sesuai
o
Tugas yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan
o
Tugas yang tidak sentral bagi peran
menejer
Bagaimana
Mendelegasikan:
o
Spesifikasikan tanggung jawab secara
jelas
o
Berikan otoritas yang cukkup dan perinci
batas kebijaksaannya
o
Perinci persyaratan laporan
o
Pastikan penerimaan tanggung jawab dari
bawahan
o
Teruskan informasi kepada mereka yang
harus mengetahuinya
o
Pantaulah kemajuan dengan cara yang sesuai
o
Usahakan agar bawahan memperoleh
informasi yang dibutuhhkan
o
Berilah dukungan dan bantuan,namun
hindari pendelegasian yang terbaik
o
Buatlah agar kesalahan itu menjadi suatu
proses belajar.
Apa
yang didelegasikan.
Pemilihan
tugas yang akan didelegasikan sebagian tergantung pada tujuan pendelegasian
tersebut.Beberapa pedoman tentang tugas apa yang harus didelegasikan sebagai
berikut.
·
Delegasikan tugas-tugas yang dapat
dilakukan dengan lebihh baik oleh bawahan
Beberapa tanggung jawab dapat
dilakukan dengan lebih baik oleh seorang bawahan dari pada oleh seorang
manajer,karena bawahan tersebutmempunyai keahlian lebih baik.
·
Delegasikan tugas yang mendesak namun
bukan yang merupakan prioritas tinggi
Bila
tujuannya adalah untuk mengurangi beban kerja yang berkelebihan tugas-tugas
terbaik untuk pendelegasian adalahyang mendesak namun tidak mempunyai prioritas
tinggi tugas tersebut harus dilakukan dengan cepat,dantidak ada cukup waktu
untuk melakukan semuanya.
·
Delegasikan tugas yang relevan bagi
karier seorang bawahan
Bila tujuan
pendelegasian adalah untuk mengembangkan keterampilan para bawahan,tanggunng
jawabnya harus yang relevan dengan sasaran karier bawahan tersebut.
·
Delegasikan tugas yang memiliki
kesulitan yang sesuai
Tugas yang
didelegasikan harus menantang bagi seorang bawahan tetapi tidak terlalu sulit
sehingga tidak ada harapan dapat berhasil dilakukan.
·
Delegasikan tugas yang menyenagkan
maupun tidak menyenagkan
Berdasarkan
orang menejer memegang semua tugas yang menyenagkan untuk dirinya sendiri dan
mendeleegasikan tugas-tugas yang membosankan dan menjemukkan bawahan tersebut
dan kemungkinan akan mengurangi bukannya meningkatkan kepuasan kerja bawahan
itu.
·
Delegasikan tugas yang tidak sentral
bagi peran menejer.
Tugas
yang secara simbolis adalah penting dan sentral bagi peran seorang manajer
jangan didelegasikan.Tanggung jawab tersebut termasuk hal-hal seperti
menetapkan sasaran dan prioritas untuk kuliit kerja tersebut,mengalokasikan
sumber keputusan daya diantara para bawahan,mengevaluasi kinerja pada
bawahan,membuat keputusan personalia yang mengangkut kenaikan gaji dan promosi
para bawahan,mengatur tnggapan kelompok terhadap sebuah krisis,serta berbagai
kegiatan sebagai pemimipin seremonial di mana kehadiran manajer itu di harapkan
(Mintzberg,1973).
Bagaimana
Mendelegasikan
Keberhasilah
pendelegasia tergantung pada bagaimana pendelegasian itu di lakukan maupunpada
apa yang didelegasikan.Pedoman ini di bawa ditunjuukan untuk membatasi masalah
dan untuk menghindari kesulitan umum yang ada berhubungan demgan pemberian
tugas dan pendelegasian otoritas.Empat pedoman pertama adalah untuk pertemuan
mendelegasikan tanggung jaewab kepada seorang bawahan.
·
Spesifikasi tanggung jawab secara jelas
Pada saat
mendelegasikan,penting untuk memastikan bahwa bawahan tersebut mengerti
tanggung jawabnya yang baru.Jelaskan hasil yang diharapkan dari sebuah tugas
yang didelegasikan atau dari suatu penugasan,jernikan sasaran dan prioritas,
dan beritahukan kepadanya mengenai tenggang waktu yang harus dipenuhi.
·
Berikan otoritas yang cukup danperinci
batas kebijaksaanya.
Kecuali bila
tersedia sumber daya yang cukup,bawahan tersebut kemungkinan tidak akan
berhasil dalam menjalankan tugas yang dideligasikan bila memberi tanggung jawab
yangbaru,tentukanlah jumlah kekuasaan
yang sesuatu yang di butuhkan oleh bawahan tersebut agar dapat melaksanakannya.
·
Perinci persyaratan pelaporan
Penting bagi
bawahan untuk memahami jenis-jenis informasi yang harus dilaporkan,berapa
sering laporan tersebut diharapkan,dan dengan cara bagaimana kemajuan akan di
pantau (misalnya,laporan tertulis,pertemuan tinjauan mengenai
kemajuan,presentasi dalam pertemuan departemen,evaluasi kinerja yang formal).
·
Pastikan penerimaan tanggung jawab dari
bawahan
Agar
pendelegasian itu berhasil,maka bawahan harus menerima penugasan yang baru
tersebut dan mengikatkan diri untuk melaksanakannya.
·
Teruskan informasi kepada mereka yang
harus mengetahuinya.
Orang yang
terpengaruh oleh pendelegasian dan orang yang kerja sama dan bantuannya di
perlukan oleh bawahan untuk melakukan tugas yang didelegasikan harus di beritahukan tentang tanggung jawab dan
otoritas baru bawahan itu.
·
Pantaulah kemajuan dengan cara yang
sesuai.
Pada tugas-tugas yang
didelegasikan, seperti juga dengan semua tugas, adalah tugas penting untuk
memantau kemajuan dan memberikan umpan balik kepada bawahan sulit untuk mencapai
keseimbangan yang opptimal antara control dan pendelegasian, dan pertemuan yang
meninjau kemajuan memungkinkan seseorang manajer untuk memantau kemajuan
seorang bawahan tanpa harus mengawasi dengan ketat setiap hari. Bawahan
tersebut diberikan kebebasan cukup besar untuk menangani masalah-masalah tanpa
campur tangan, namun juuga bebas untuk meminta saran dan bantuan bila
dibutuhkan. Jika kekuasaan didelegasikan, seorang manajer dan bawahan harus
menentukan jenis ukururan kinerja dan indikator kemajuan yang akan dikumpulkan.
·
Usahakan agar bawahan memperoleh
informasi yang dibutuhkan
Biasanya amat baik jika
semua informasi yang rinci tentang kinerja bawahan diberikan secara langsung
kepada bawahan itu, seta mengirimkan informasi singkat yang tidak terperinci
kepada manajer dalam interval yang tidak terlalusering. Namundemikian, dalam
hal pendelegasian yang berkembang bdengan seorang bawahan yang tidak
berpengalaman, informasi yang tepeenci dapat dikumpulkan lebih sering memeriksa
kemajuan bawahan tersebut dengan ketat.
Sebagai tambahan terhadap informasi mengenai kerja, bawahan akan membutuhkan
berbagai jenis infoermasi yang teknis dan umumuntuk melaksanakan tugas-tugas
yang didelegasikan secara efektif. Berilah selalu informasi kepada bawahan tersebuta tentang perubahan yang mempengaruhi
rencana dan jadwal mereka. Jika mungkin, manajer harus mengatur agar informasi
teknis dikirimkan langsung kepada bawahan dan membantunya membangun sumber
dayanya sendiri mengenai informasi yang penting.
·
Berilah dukungan dan bantuan, namun
hindari pendelegasian terbalik.
Seorang manajer harus
memberikan dukungan psikologis kepada seorang bawahan yang berkecil hati atau
merasa frustasi, dan mendorong seorang tersebut untuk terus maju. Untuk tugas
baru yang didelegasikan, mungkin perlu memberikan lebih banyak nasehat dan
pelatihan mengenai prosedur untuk melakukaan aspek tertentu pekerjaan tersebut.
Namun demikian, penting untuk menghindari pendelegasian terbalik, dimana
pengendalian terhadap sebuah pekerjaan yang sebelumnya didelegasikan itu
ditugaskan kembali. Jika seorang bawahan meminta pertolongan dalam menghadapi
masalah, ia harus diminta untuk mengusulkan pemecahan. Manajer tersebut dapat
membantunya untuk menilai apakah pemecahan tersebut masuk akal dan sesuai.
·
Buatlah agar kesalahan itu proses
belajar
Penting
untuk mengetahui bahwa kesalahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari
bagi tugas didelegasikan. Kesalahan dan kegagalan harus ditangani secara serius
namun tanggapannya jangan merupakan suatu kiritik dan menunjukan siapa yang
salah. Sebaliknya episode tersebut harus menjadi suatu pelajaran bagi kedua
belah pihak pada waktu mereka mendiskusikan alasan bagi kesalahan tersebut dan
tunjukanlah cara-cara untuk menghindari kesalahan yang sama dimasa mendatang
jika sudah jelas bahwa bawahan tersebut tidak mengetahui cara melakukan
beberapa aspek penting dari pekerjaan tersebut maka manajer itu harus
memberikan instruksi dan pelatihan tambahan.
2.6
Pemberdayaan
Teori dan penelitian yang
telah ditinjau sebelumnya dalam bab ini mengembil pandangan mengenai pembagian
kekuasaan dan partisipasi yang berpusat pada pemimpin. Penekanannya adalah pada
apa yang telah dilakukan untuk memberikan lebih banyak pengetahuan kepada orang
atas keputusan yang terhubung dengan pekerjaan dan untuk menciptakan kondisi
yang memupuk inisiatif dan determinasi diri. Tindakan-tindakan pada pemimpin
merupakan determinan penting dari pemberian kewenangan, tetapi mereka tidak
menjelaskan kapan dan mengapa orang akan merasa diberikan kewenangan. Bukannya
berfokus pada perilaku pemimpin atau proses pembuatan keputusan yang formal,
sebuah perspektif alternatif sesuai dengan persepsi para pengikut dan atas
situasi kerja yang berhubungan dengan keputusan dan nilai-nilai.
Sifat
Dan Pemberdayaan Psikologis
Istilah
pemberian pemberdayaan menjelaskan bagaimana motivasi instruksi dan kemajuan
diri (life-efficacy) dan orang terpengaruh oleh perilaku kepemimpinan,
karakteristik pekerjaan, stuktur organisasi, dan kebutuhan serta nilai-nilai
mereka sendiri. Salah satu alasan penting untuk mempertimbangankan
proses-proses psikologis adalah bahwa praktik-pratik partisipatif dan program
keterlibatan karyawan tidak selalu mengurus partisipasi tidak memiliki
kekuasaan atau membiarkan orang merasa bahwa pekerjaan mereka berarti dan
berharga (Conger & Kanungo, 1998). Sebagai contoh, mengisi orang untuk
menentukan sebagaimana melakukan tugas sepele dan merendahkan diri adalah
mungkin meningkatkan pertasan mereka akan nilai diri dan kepuasan diri.
Mendelegasikan tanggung jawab untuk tugas yang lebih penting tidak akan
memberikan kewenangan bila orang kekurangan ketrampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan agar berhasil melaksanakan tugas itu dan merasa kwatir tentang
kegagalan kesempatan untuk memilih seorang pemimpin mungkin hanya mengurangi
sedikit perasaan tidak memiliki kekuasaaan jika pilihannya adalah antara kedua
kandidat yang sama-sama tidak memuaskan. Teori mengenai pemberian kewenangan
psikologis berusaha untuk menjelaskan kapan dan mengapa usaha untuk memberikan
kewenangan kepada orang yang akan mungkin berhasil.
Teori
tentang mendefenisikan elemen pemberian kewenangan psikologis telah diusulkan
oleh berbagai sarjana (misalnya Bowwen & Lawler, 1992: Conger &
Kanungo, 1988: Canter, 1983: Thomas & Velthouse, 1990), tetapi meski
demikian hanya mendapatkan sedikit penelitian mengenai pertanyaan ini yang
didelegasikan oleh Spreitzer (1995) menentukan dukungan bagi usulusan bahwa
pemberdaayan psikologis meliputi empat elemen yang mendefenisikan.
1.
Makna. Kandungan dan konsekuensi dari pekerjaan
konsisten dengan nilai-nilai idealisme.
2.
Determinasi diri. Orang itu memiliki kemampuan
untuk menentukan bagaimana dan kapan pekerjaan itu diselesaikan.
3.
Kemajuan diri (self-efficacy). Orang itu
memiliki kepercayaan diri yang tinggi mengenai mampu melakukan pekerjaan itu
secara efektif.
4.
Dampak. Orang itu yakin bahwa sangat mungkin
untuk memiliki dampak penting pada pekerjaan dan lingkungannya kerja.
Penekanan pada empat elemen
ini menghubungkan psikologis dengan teori dan penelitian sebelumnya mengenai
motivasi kerja (misalnya Bandura, 1986: Sharair,1991) rancanagan pekerjaan
(misalnya Frade & Ferris, 1987) Hatkman & Oldham, 1980, kepemimpinan
partisipatif ( misalnya, Sagie & Koswlki,2000: From & Jago, 1978), dan
program-program organisator keterlibatan (karyawan, misalnya, Coton, 1993:
Lawer, 1986).
Pemberdayaan
psikologis barangkali memiliki jenis konsekuensi yang sama dengan motivasi
instruksi dan kemajuan diri (self-efficacy). Sejumlah potensi manfaat telah
didefenisikan (P.Block, 1987; Howard, 1998, K.W Thomas & Felthouse, 1990)
konsekuensi yang menguntungkan meliputi: (1) komitmen tugas yang lebih kuat,
(2) inisiatif yang lebih besar dalam menjalankan tanggung jawab peran, (3)
ketekunan yang lebih besar dihadapan rintangan dan kemundururan sementara, (4)
lebih inovasi dan pembelajaran, (5) optimisme yang lebih kuat tentang
keberhasilan akhir dari pekerjaan itu, (6) kepuasan kerja yang lebih tinggi,
(7) komitmen organisator yang lebih kuat dan (8) berkurangnya pergantian
karyawan. Beberapa potensi biaya dan resiko juga telah didefenisikan (misalnya
Balofi & Doherty, 1989; Bowend & Lower, 1992; Eccles, 1993). Contohnya
meliputi : (1) biaya yang lebih tinggi untuk seleksi dan pelatihan, (2) biaya
tenaga kerja yang lebih tinggi bagi karyawan yang terampil, (3) kualitas
pelayanan yang tidak konsisten, (4) pemberian yang mahal dan keputusan yang
buruk oleh beberapa karyawan, (5) perasaan pelanggaran akan ketidakadilan
perlakuan yang tidak sama, (6) perlawanan oleh para manajer mengarah yang meras
terancam, dan (7) konflik yang berasal dari harapan karyawan diluar apa yang di
pakai dipenuhi oleh manajemen puncak. Namun hanya ada beberapa studi yang
memuji kosenkuensi dari pemberdayaan psikologis (misalnya Howrd & Wellins,
1994; Kobre, Boss, Sejam dan Sanjem & Goodman,1999; Koncanzak, Stelly &
Trusty, 2000, Spreizer, 1995; spreizer, & Nason, 1997). Terlalu dini untuk
dapat mencapai kesimpulan yang kuat tetapi kombinasi bukti dari studi-studi ini
dan jalur penelitian terkait kenyataan bahwa potensi manfaat lebih mungkin
terjadi saat kondisinya lebih menguntungkan bagi pemberian kewenangan.
Menyediakan Kondisi Untuk Pemberdayaan.
Kondisi yang mendorong dan
memperkuat perasaan pemberdayaan lebih disarankan oleh banyak penulis (misalnya
Argirys, 1998; Boven & Lawer,1992; Conger, 1989; Forrester, 2000;
Howard,1998; Randolph, 1995; Spreizer, 1996). Kondisi-kondisi ini (lihat tabekl
4/7) dapat menciptkan derajat pemberdayaan psikologis bagi setiap pemimpin
untuk mendasarinya, mereka dapat mendorong atau membuat pemimpin merasa kecil
hati untuk mencoba pemberdayaan kepada bawahan, dan mereka dapat menyediakan
atau membatasi keberhasilan usaha pemimpin untuk memberdayakan bawahan.
Pekerjaan.
Rancangan Pekerjaan mempengaruhi perasaan karyawan tentang pemberdayaan. Hanya
ada sedikit kesempatan untuk pemberdayaan saat karyawan melakukan pekerjaan
produksi yang rutin dan berulang, atau pekerjaan di mana mereka hanya
berinteraksi singkat dengan para pelanggan untuk melakukan aktivitas pelayanan
rutin. Terdapat lebih banyak potensi untuk pekerjaan yang berarti dan
determinasi diri dalam pekerjaan yang tugasnya lebih rumit, interaksinya lebih
lama, dan hubungan yang berkelanjutan dengan pelangan yang sama. Akses terhadap
informasi dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan
meningkatkan determinasi diri dan kemajuan diri.
Organisasi.
Dalam prganisasi yang memiliki sentralisasi kekuasaan yang tinggi pada
manajemen puncak, para manajer tingkat menengah dan rendah memiliki sedikit
kekuasaan atau otoritas yang amat membatasi kesempatan mereka untuk menggunakan
delegasi atau memperkaya pekerjaan. Hal serupa, saat strategi kompetitifnya
adalah menjual produk atau jasa yang rendah biaya dan volume tinggi, maka akan
terdapat formalisasi dan stadarisasi yang eksentif, dengan banyak peraturan dan
prosedur yang terperinci untuk malakukan pekerjaan itu dengan cara yang sama
efesiennya dalam setiap lokasi (misalnya rumah makan cepat saji). Sebaliknya,
organisasi yang terdesentralisasi yang berkompetisi atas dasar produk atau jasa
khusus telah memberikan kesempatan yang lebih besar bagi karyawan untuk
menentukan bagaimana melakukan pekerjaan dan melakukan inisiatif dalam
memecahkan masalah.
Budaya.
Istilah budaya organisasi digunakan untuk
menjelaskan nilai-nilai bersama dan kepercayaan para anggota mengenai aktivitas
organisasi dan hubungan antar pribadi (lihat bab 10). Budaya yang menekankan
operasi yang efesien dan dapat diandalkan tanpa adanya kesalahan demikian
membuat para anggota berkecil hati hingga tidak mengambil inisiatif dalam
memecahkan masalah. Bahkan para manajer menengah dapat merasa takut bahwa
kesalahan akan membahayakan karier mereka dalam organisasi. Sebaliknya, budaya
yang memiliki nilai yang kuat akan fleksibilitas, pembelajaran dan partisipasi
akan mendukung pemberian kewenangan bagi karyawan.
Karyawan. Beberapa ciri
kepribadian terlihat berhubungan dengan keinginan untuk determinasi diri dan
pekerjaan yang berarti. Orang yang memiliki kebutuhan yang tinggi akan
keberhasilan suka menggunakan ketrampilan mereka untuk melakukan tugas-tugas
yang menantang dan bermakna. Determinasi diri lebih penting bagi orang yang
memiliki orientasi tempat pengadilan internal, yang merasa bahwa secara
proaktif mereka dapat mempengaruhi peristiwa bukannya secara pasif menerimanya.
Orang yang memiliki kestabilan emosional dan penerimaan diri yang tinggi kelihatannya lebih mampu berhadapan
dengan meningkatnya tanggung jawab dan determinasi diri, yang dapat memberikan
tekanan yang tinggi. Akhirnya, pembagian kekuasan akan lebih mungkin lebih kuat
efektivitass organisasi saat karyawan memiliki pengetahuan teknis dan
ketrampilan antar pribadi yang relevan. Kenaikan tanggung jawab dan derminasi
diri yang mendadak bisa terlalu membuat kewalahan bagi karyawan yang belum siap
menghadapinya.
Kepercayaan. Pemberian
kewenangan lebih layak saat terdapat tingkat saling mempercayai yang tinggi.
Kepercayaan pemimpin atas para pengikut ditentetukan secara bersama oleh
kualitas para pengikutnya (misalnya nilai-nilai, motiv dan ketarampilan) dan
kualitas pemimpin (ciri kepribadian, niali, pengalaman sebelunya). Seorang
pemimpin yang tidak mempercayai pengikutnya tidak akan mungkin membagi
informasi yang sensitif, membuka permasalahan, mendelegasikan ototritas, atau
meminta pengikut untuk berpartisipasi dalam membuat keputusan. Malahan,
pemimpin akan mungkin menekankan pengendalian formal dan pengawasan ketat atas
aktivitas bawahan. Saling mempercayai diantara para pengikut juga penting.
Sulit mendelegasikan otoritas kepada para individual atau keleompok yang
mengelola sendiri saat para pengikut tiak saling mempercayai, karena mereka
tidak akan berbagi informasi atau bekerja sama dalam usaha untuk memecahkan
masalah bersama.
Program Keterlibatan
Karyawan. Sejumlah program organisatoris telah digunakan secara kuas untuk
meningkatnkan keterlibatan dan pengaruh karyawan atas apa yang dilakkukan dan
bagaimana melakukannya. Contoh-contoh meliputi lingkaran kualitas. Tim-tim yang
mengelola sendiri, partisipasi perwakilan, dan kepemilikian karyawan. Dalam
beberapa kasus, program itu juga membagi perolehan dari kinerja yang meningkat
dengan karyawan yang bersangkutan. Program demikian dapat secara langsung
meningkatkan pemberdayaan psikologis jika mendapatkan dukungan penuh dari
manajemen puncak dan mengimplementasikan secara efektif.
Bagaimana para Pemimpin Dapat Meningkatkan
Pemberdayaan
Teori
dan penelitian mengenai pemberdayaan psikologis telah membuktikan bahwa
kepemimpinan partisipatif dan mendelegasikan bukan satu-satunya perilaku
kepemimpinan yang dapat membuat orang merasa diberikan wewenang. Bebrapa jenis
perilaku kepemimpinan dapat secara langsung mempengaruhi pemberdayaan
psikologis, dan perilaku ini juga dapat memperkuat pengaruh dari kepemimpinan
partisipatif pendelegasian (Forrester, 2000; Howard, 1998; Konczak et al,
2000). Tabel 4-8 memberikan pedoman mengenai pemberdayaan bawahan. Perilaku
tersebut dijelaskan dengan lebih terperinci dalam bagian lain dari buku ini.
BAB III
PENUTUP
v Kesimpulan
Kepemimpinan partisipatif
menyangkut usaha-usaha seorang manajer untuk mendorong dan memudahkan
partisipasi orang lain dalam membuat keputusan yang jika tidak demikian maka
akan dibuat sendiri dari manajer itu. Partisipasi memiliki banyak bentuk,
dimulai dari melakukan revisi keputusan tentatif setelah menerima protes,
meminta saran sebelum membuat keputusan, meminta seseorang atau kelompok untuk
bersama-sama membuat suatu keputusan yang tergantung pada persetujuan final
dari manajer tersebut. Meengikutsertakan orang lain dalam membuat keputusan
sering merupakan kebutuhan agar keputusan agar kebutuhan tersebut diterima dan
diimplementasikan dalam organisasi. Namun, bahkan bila tidak perlu
berkonsultasi dengan orang lain sebelum membuat keputusan, seorang manajer
mungkin masih lebih suka melakukannya agar mendapatkan manfaat dari
partisipasi. Potensi manfaat dari partisipasi meliputi kualitas keputusan yang
lebih baik dan penerimaan keputusan yang lebih besar oleh orang yang akan
menetapkannya atau yang akan terpengaruh olehnya.
Partisipasi tidak mungkin
efektif jika partisipan potensial tidak memiliki sasaran yang sama dari
pemimpin tersebut, jika mereka tidak ingin menerima tanggung jawab untuk
membantu dalam pengambilan keputusan, jika mereka tidak mempercayai pemimpin
tersebut, atau jika tekanan waktu dan penyebaran partisipan membuatnya tidak
praktis jika melakukan konsultasi dengan orang-orang atau untuk mengadakan
pertemuan kelompok. Mungkin tidak akan efektif kecuali jika manajer tersebut
memilki ketrampilan yang mencukupi dalam mengelolasss
Mana daftar pustakanya
BalasHapusdaftar pustaka mana
BalasHapus